#RatriPlesiran: Napak Tilas Hijrah Nabi Musa ke St. Catherine, Mesir


Assalamu'alaikum!

Setelah tersihir oleh nuansa Mesir Kuno di Kairo dan Giza, pada hari kedua di Kairo kami udah angkat koper lagi deh dari hotel, karena bakal ngerasain langsung perjalanan Nabi Musa AS. bersama Bani Israel hijrah dari ibukota ke St. Catherine, dimana gunung Sinai yang agung berada. Perjalanannya sendiri panjaaang banget, kalo naik bus memakan waktu 9 jam karena berhenti di rest area dan makan siang. Walau selama perjalanan kebanyakan ketemu padang gurun dan gunung batu, panoramanya Masya Allah, indah banget sampe leher pegel nengok kiri mumpung duduknya deket jendela. Berangkuts!

Day 3: 4 Januari 2020 (Cairo - Suez Canal - Aqaba Bay - St. Catherine)
Berangkat dari hotel, pagi terakhir kami di Kairo disambut dengan udara dingin dan sinar matahari keemasan yang masih sepenggalah naik. Sepanjang jalan, untuk kali terakhir, mata kami dimanjakan dengan pemandangan kota Kairo dengan segala kontradiksinya: rumah-rumah mewah bersanding dengan rusun, mobil dan unta, bahkan tunawisma di jalan utama. Di satu sisi selama di Kairo memang kerasa suasana asing dengan arsitektur yang klasik, tetapi menariknya ada juga area di Kairo yang suasananya sekilas mirip flyover pasar Ciputat saat macet-macetnya bahkan halte busway Jatinegara (lupa dimananya, tapi asli deh mirip!). Alhasil jadi agak mellow dan pengen banget balik lagi ke Kairo untuk blusukan lebih jauh, sekalian ke Luxor, hehe.


And here comes the emotional part of the journey... (part 1)
Inget nggak, sebagaimana yang diriwayatkan dalam Al Quran, Nabi Musa membelah Laut Merah dengan tongkatnya atas kuasa Allah SWT supaya Bani Israil bisa menyeberang dengan aman dari kejaran Ramses II dan pasukannya? Yep, kami ngerasain juga minus bagian dikejar-kejar dan ngeliat laut terbelah. Walau ternyata kanal Suez berupa terowongan panjang di bawah laut, begitu sampe seberang, tanpa sadar saya tercekat, mata pun nanar dan panas sambil memandangi Laut Merah dari kejauhan. Ditambah sambil dengerin soundtrack The Prince of Egypt yang berjudul "Deliver Us" via Spotify dan berhasil ngebatin kalimat thayyibah saking speechlessnya, tanpa sadar air mata langsung mengucur (apa kabar kalo yang didengerin When You Believe -bukan versi Mariah Carey & Whitney Houston- nih? Makin ambyaaar!). Nggak ngerti juga kenapa tiba-tiba nangis, mungkin karena dari kecil kisah Nabi Musa paling memorable dan baru bisa merasakan langsung napak tilas perjalanan beliau, terutama pada bagian menyeberang laut yang terbelah. Sungguh, kuasa Allah SWT nggak ada lawan, rasanya hangat sekali ketika menyadarinya.

Oiya, walau masih satu negara, Mesir terletak di dua benua, lho. Kalau wilayah kota-kota besar terletak di benua Afrika, St. Catherine dan kota-kota kecil terletak di benua Asia. Makanya seusai nyebrang vibenya beda banget, langsung kayak di antah berantah, apalagi lewat jalur darat yang mesti melewati beberapa pos penjagaan. Nah, kalo sedang menempuh perjalanan ke St. Catherine lewat rute Teluk Aqaba, waktu tiba di pos penjagaan jangan ambil foto, ya, supaya perjalanan tetap aman. Nah, karena kami tiba di teluk Aqaba pada jam makan siang, kami pun mampir ke resto pinggir laut sekaligus menjama' shalat dan menikmati suasana sekitar. Rasanya pengen nyelupin kaki di laut biru tosca yang bening itu, tapi berhubung anginnya kenceng dan dingin, walhasil banyakan kerukupan dan foto-foto mainan sebentar.


Tiga jam berkendara dari Teluk Aqaba, akhirnya kami sampai juga di St. Catherine, dan sudah tentu disambut dengan angin super dingin walau cuaca cerah dan masih terang. Alih-alih ke hotel dulu, kami langsung dibawa ke kaki gunung Sinai untuk ziarah makam Nabi Harun AS dari kejauhan dan melihat biara St. Catherine. Di sisi lain gunung, ternyata ada fosil yang diduga berbentuk sapi muda yang disembah Bani Israil ketika Nabi Musa berada di puncak gunung Sinai. Karena jarak dari makam ke biara cukup jauh dan mendaki, kami naik mobil yang muat sepuluh orang, persis angkot. Sepanjang perjalanan, kami juga melihat pohon-pohon zaitun tumbuh subur di tanah yang gersang. Gimana caranya berhubung lokasinya jauh banget dari mana-mana, cuma ada satu jawaban: wallahu'alam bishawwaab.



Konon, di St. Catherine ini Nabi Musa pertama kali bertemu dan menerima wahyu dari Allah SWT melalui semak belukar yang terbakar. Walau nggak masuk ke dalam karena udah keburu sore, biara yang eksteriornya sekilas mirip istana Dorne ini (teteup ya Game of Thrones digeret, haha) ini menyimpan salinan surat perjanjian yang berisi larangan untuk menghancurkan biara St. Catherine serta hak dan perlindungan terhadap para biarawan sampai akhir zaman. Tebak siapa yang bikin dan ngesahin? You guess it: Nabi Muhammad SAW. Perjanjian yang dikenal sebagai Achtiname of Mohammed ini dibuat ketika kekuasaan Islam lagi gencar-gencarnya di Mesir dan bertujuan melindungi para penganut Kristiani yang berada di sana supaya nggak merasa terancam. Di dalam biara ini pula terdapat mesjid kecil bernama Fatimi, tetapi nggak bisa dipakai shalat karena arah kiblatnya berbeda. Masya Allah...


Oh iya, tadinya sih memang ada agenda untuk mendaki gunung Sinai pas tengah malam, tetapi berhubung saat itu menuju puncak musim dingin, angin di atas gunung cukup kencang dan perkiraan perjalanan akan bentrok dengan jadwal keberangkatan ke Palestina, batal deh. Padahal beberapa waktu sebelumnya sempet liat dokumentasi pendakian gunung Sinai via Youtube, kayaknya seru kalo dilakukan pas musim panas. Alhasil ketika hari mulai gelap, kami pun turun menuju bis ditemani kucing-kucing dan anjing setempat yang jinak dan lucu-lucu. Karena cuaca makin dingin, sempet tuh tergoda mau beli pop mie yang tersedia di lapak-lapak kecil, tapi karena harganya lumayan dan sampai hotel langsung makan malam, jadinya skip dulu.

Da kita mah receh aja gitu kucing gerak dikit aja girang
Terus mau infoin aja nih, buat yang punya indera keenam, jangan parno kalo liat sosok besaaaarr sekali ngintip dari balik gunung Sinai, karena konon yang jagain gunung ini penasaran kenapa ujug-ujug banyak orang.

Daripada kepanjangan dan bosen bacanya, cerita di St. Catherine bersambung dulu, ya! Lagi-lagi, walau di negeri orang tetep aja nemu Mangga Dua dan nggak bisa tidur nyenyak karena suhunya mencapai minus, apalagi saya anaknya nggak tahan dingin, haha.

Semoga bermanfaat yaa!
Regards, Ratri

0 komentar:

Posting Komentar

Komentar boleh, nyampah gak jelas jangan ya :D