Assalamu'alaikum!
Mumpung masih seger, siapa yang sampe detik ini mau terharu ketika baca atau liat kutipan "I love you 3000" dan merasa hampa setiap Senin karena nggak ada lagi Game of Thrones? Atau masih kepalang baper dengan akhir drama Mr. Sunshine yang menguras air mata sejak episode 19? Kalo begitu, bisa jadi kamu sedang mengalami post series depression. Waduh, membaca kata-kata depression masuk ke mental illness nggak? Hmmm...daripada bingung, sebelum masuk ke topik simak aja dulu cerita di bawah ini.
Berangkat dari pengalaman pribadi, saya pun lagi ngalamin post series depression pasca nonton episode terakhir Game of Thrones dan Endgame dalam waktu yang berdekatan sehingga pada akhirnya harus 'berpisah' dari kedua fandom kesayangan ini. Nah, kebayang deh gimana mellownya saya ketika tahu kedepannya nggak bisa melihat aksi kece Arya Stark serta menonton Robert Downey Jr. terakhir kalinya sebagai Iron Man di layar perak setelah mengikuti kedua ceritanya selama bertahun-tahun. Rasanya mau nangis, peluk satu-satu, mau tepuk tangan pas credit title masing-masing.
Ternyata nggak hanya fans lho yang ngerasain post series depression, baru-baru ini Kit Harington, pemeran Jon Snow nggak hanya emosional seusai syuting, bahkan sampai terapi saking sulitnya beranjak dari Game of Thrones yang membesarkan namanya. Makanya kalo nemu meme yang tentang rasa 'kehilangan' dan susah move on dari fandom, ini lebih dari sekedar becandaan karena beneran terjadi, apalagi buat para fans sejati, kru, aktor/aktris, bahkan penulisnya. Anyway, seperti apa sih, post series depression, kenapa bisa muncul dan bagaimana cara menghadapinya dengan bijak?
Awalnya begini, saat kita mulai tertarik dengan sebuah fandom dalam buku, film, games atau serial televisi, ada keterikatan sendiri yang terbangun antara penonton, alur cerita bahkan tokoh-tokoh fiksi yang disukai. Biasanya, kalo kita udah merasa terikat dan larut dengan fandom tersebut, ada rasa sedih yang timbul karena ceritanya akan berakhir yang disebut sebagai post series depression. Hal ini wajar banget terjadi, karena Dr. Renee Carr, Psy.D., sebagaimana dilansir dari artikel ini menyatakan bahwa ketika menonton serial, film atau membaca buku favorit secara berturut-turut otak kita akan terus menerus memproduksi dopamin sehingga tubuh mengalami efek kecanduan karena mau merasakan sensasi excitement yang sama berkali-kali.
Nggak hanya menjadi pelepas penat di waktu senggang, efek candu karena excitement saat menonton film/serial televisi atau membaca buku juga dapat mempengaruhi pembentukan pribadi dan hubungan sosial, lho. Misalnya, kalo kalau suka banget sama Game of Thrones dan ketemu sesama fans, bisa jadi pencair suasana dan obrolannya nggak kelar-kelar dan tentunya ter-update dengan fenomena yang meramaikan dunia budaya pop. Topik-topik hiburan ringan yang bisa memanjang begini (misal sampe bahas fan theory, spoiler atau behind the scene) ternyata bisa menghalau stres lho, apalagi kalo sambil binge watching.
Selain itu, ketika mengikuti serial/film atau membaca buku tersebut, ada satu-dua tokoh yang jadi virtual role model baik dari segi gaya sampai bersikap. Misalnya nih, saya jadi suka rok/celana plisket dan ngasih afirmasi ke diri sendiri untuk move on dari mantan gara-gara Daenerys*, belajar membangun personal branding dari Sansa, nyimak seluk beluk public relations dari Tyrion, Varys dan Pepper Potts, sampe nyari kriteria pendamping yang ngemong dan sayang anak kayak Ant Man, haha! Maka gak heran, ketika kita sebagai penonton atau pembaca udah attached sama virtual role model di series/film/buku favorit, ada rasa nggak mau pisah dari si tokoh tersebut.
Nah, dari keterikatan personal tersebut, kehadiran post series depression nggak hanya menimbulkan rasa sedih, tetapi juga dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi, kekecewaan yang muncul pada diri kita setelah mengalami suatu kejadian besar yang ditunggu-tunggu akibat alur cerita nggak sesuai harapan, bahkan mengecewakan. Dalam kasus ini ya fenomena Endgame (which was beautifully done) dan akhir Game of Thrones yang bikin baper berlarut-larut saking mixed feelingsnya. Akibatnya setelah berakhir ada perasaan hampa karena nggak bakal 'ketemu' dengan tokoh-tokoh favorit dengan cerita epik seperti yang saya ceritakan di atas. Kalo kayak gini, masuk ke mental illness nggak, ya?
Menurut psikolog klinis Kantiana Taslim, MPsi. dari Personal Growth sebagaimana dilansir dari detikHealth, ketika penonton atau pembaca mengalami post series depression, kondisi yang mereka alami biasanya bersifat sementara dan menimbulkan berbagai reaksi, di antaranya perasaan tidak puas, lelah karena emosi dan energi terkuras, dan mempertanyakan segala hal terkait situasi yang terjadi juga dirinya, hingga merasa hampa. Puncaknya, belum lama ini saking banyaknya yang kecewa sama ending Game of Thrones netizen luar malah bikin petisi untuk rewrite season 8. Namun, karena post series depression lahir dari fenomena yang terjadi pada masyarakat yang terkena gejolak budaya pop, ternyata belum tentu masuk ke mental ilness karena pada umumnya berlangsung sampai dua minggu.
Kalo udah terjadi, gimana nih caranya untuk coping dengan post series depression? Percaya nggak, salah satu keuntungan tinggal di Indonesia adalah setiap kali ada hal yang booming seringkali dikemas secara humor sehingga bisa diketawain bareng-bareng. Contoh kecilnya nih, tahlilan ala-ala untuk Tony Stark dan Natasha Romanoff, poster tausiyah ala personil Avengers sampai thread rumpi ibu-ibu King's Landing di Twitter sudah tentu menghibur hati. Kerecehan begini bisa jadi cara kamu menghibur kalo punya temen atau saudara yang lagi ngalamin post series depression supaya nggak ngerasa sendirian walau nggak ngerti-ngerti amat. Liat aksi kocak aktor/aktris dan kru Marvel selama promo atau nontonin film dokumenter spesial Game of Thrones, "The Last Watch" juga ngasih pandangan berbeda karena terlepas dari 'lemah'nya ending serial tersebut, kerja keras aktor, aktris dan krunya patut diacungin jempol, apalagi kalo dinikmati rame-rame, it'll be the fondest way to bid farewell to Game of Thrones.
Semoga artikelnya bermanfaat, ya!
Regards, Ratri
sumber artikel:
https://www.nbcnews.com/better/health/what-happens-your-brain-when-you-binge-watch-tv-series-ncna816991
https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4556593/banyak-yang-kesal-dengan-ending-game-of-thrones-post-series-depression
*): Beneran, ketika baru putus salah satu bahan bakar move onnya adalah afirmasi yang intinya "Dany aja bisa lanjut naklukkin Essos tanpa bantuan Khal Drogo, ya elu juga bisa!"
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar boleh, nyampah gak jelas jangan ya :D