Review Buku: A Hundred Flowers by Gail Tsukiyama

You know it's a good book when you can't get over the story long after the last time you read it.

Assalamu'alaikum,

Pas Big Bad Wolf lagi happening kemarin, ibu dan adik sempet borong buku walaupun nggak sampe setroli penuh, dan novel "A Hundred Flowers" termasuk diantaranya. Ada yang lucu antara saya dan ibu saya: walau kepribadiannya beda, tapi kalo soal film, fashion dan buku seleranya sama walau nggak persis-persis banget. Soal buku, saya dan ibu seneng cerita klasik bernuansa Asia, mulai dari "Memoirs of a Geisha", "Kisah Klan Otori" (ini epos Jepang fiktif favorit, ngalahin Heike Monogatari!), sampe "The Namesake". Yang lucunya lagi, buku-buku pilihan Ibu (baca: novel) lebih sering "dilahap" duluan sama saya, termasuk buku ini. Yang beli siapa, yang kepincut siapa, lol 

Awalnya saya nggak tertarik-tertarik banget untuk baca, tapi karena cover dan penulisnya "Asia banget", tergoda lah saya untuk baca dan akhirnya jatuh cinta sama alur ceritanya. "A Hundred Flowers" bercerita tentang kehidupan sebuah keluarga kecil pada masa-masa kekuasaan Mao Tse Tung di Guangzhou pada akhir era 1950-an. Walau ingin bebas dari politik negeri yang berkecamuk, keluarga kecil ini juga kena getahnya karena Sheng, si cendekiawan muda berani bersuara dan dikirim ke Luoyang untuk di "reedukasi", meninggalkan keluarga tercintanya.

 Alih-alih hanya satu, novel "A Hundred Flowers" terdiri dari lima sudut pandang tokoh: Wei, ayah Sheng; Kai Ying, istri Sheng; Tao, putranya; Song, sahabat almarhumah istri Wei, dan Suyin, remaja yang terpaksa hidup di jalan karena diperkosa ayah tirinya sampai hamil. Sheng memang sengaja lebih sering hadir dalam memori baik Tao, Wei, Song dan Kai Ying agar kesan "hilang tanpa kabar" di buku lebih terasa nyata. Yang lebih bikin betah, walau ada lima sudut pandang ceritanya nyambung satu sama lain, jadi pembaca paham apa yang dirasakan para tokoh dalam satu situasi.

My personal favorite point of view in the book
Banyak adegan yang menceritakan kegelisahan antara kelima tokoh cerita: Wei yang selalu merasa bersalah sejak putranya ditangkap, Kai Ying yang selalu menanti kabar dari sang suami di tengah kesibukannya mengurus klinik herbal, keluarganya dan Suyin yang ditolongnya, Tao dan kondisi sosialnya di sekolah setelah jatuh dari pohon, Suyin yang nggak mau pulang ke rumah dan kehilangan harapan sebelum bertemu Kai Ying di rumah sakit, dan Song yang khawatir dengan keadaan Wei setelah sahabatnya meninggal dunia. Terutama pasang surut hubungan mertua-menantu antara Kai Ying dan Wei yang sama-sama merasa bertanggung jawab atas keluarga kecil ini sejak Sheng di "reedukasi". Dari yang biasa-biasa aja, perasaan sayang satu sama lain, marah, dan awkward, semua kerasa. Bahkan sepintas dua karakter ini mirip sama hubungan saya sama ayah sendiri, cuma beda statusnya. Semuanya berkaitan sehingga semua adegan yang terjadi terasa utuh dari awal sampai akhir.

Selain pergolakan batin seputar keluarga, "A Hundred Flowers" juga menceritakan dampak gerakan politik Mao dimana banyak pemuda-pemudi jadi berpikiran radikal dan nggak mempedulikan lingkungan sekitarnya, bahkan tega ninggalin pacar yang udah jauh-jauh nyamperin ketika udah mau diajak pulang *periiiih!!!*. Sisi cerita yang ini baru muncul ketika Wei tiba-tiba pergi ke Luoyang sendirian naik kereta untuk memperbaiki hubungan dengan keluarganya (alasannya mending baca sendiri deh ya, daripada tebar spoiler kan nggak seru :p).

All in all, walau bukunya nggak terlalu tebel sekitar 500-an halaman, bapernya kerasa sampe sekarang, karena ceritanya utuh, detail, dan runut, apalagi latar ceritanya bisa sekalian belajar sejarah walau hanya sepintas. Ai laik!

Have a great weekend!
Regards, Ratri



3 komentar:

  1. Huaaaa.... Langsung mupeng. Enggg.... Kalo tuker pinjem boleh gak ya Mbak? Wkwkwkwk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggg....semoga boleh ya *punyanya ibu suri soalnya :p*

      Hapus
  2. Kayaknya menarik, tapi pas baca nama tokoh2nya aku pusing rat, g bisa bedain

    BalasHapus

Komentar boleh, nyampah gak jelas jangan ya :D