Eksis di Dunia Maya : Kualitas atau Kuantitas?

Kemarin, salah satu personil geng Marauders ulang tahun. Iya, yang bilang quote di atas: guru manusia serigala nan baik hati, rajin menabung dan suka berbagi coklat, hopeless dalam cita dan cinta tapi sekalinya dapet tulusnya kebangetan, tapi akhir hidupnya heroik --dan tragis, dese baru punya bayi! Istrinya yang juga tewas di perang itu masih berstatus busui *penting* ! *oke ini mulai kebawa suasana*

Kalo ngikutin ceritanya, Lupin mengucapkan kalimat ijab qabul  tadi waktu ngomongin betapa besarnya pendukung Lord Voldemort dibanding Harry, yang notabene adalah segelintir personil Orde Phoenix. Apalagi waktu itu Dumbledore udah tewas dan nggak mungkin balik lagi kayak Gandalf sehingga penyihir-penyihir ini nggak punya sosok yang 'dituakan'. And speaking of the wizard...this quote really happens when it comes to our existence in virtual world.

Sebelum saya mulai nyerocos, ada baiknya saya sungkemin satu-satu para sesepuh yang lebih dulu eksis di jagat maya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. *brb jengkeng sungkeman*

Hari gini, mayoritas orang-orang punya media sosial nggak hanya menemukan koneksi nyata di dunia maya dengan informasi yang dibagi melalui foto, tulisan,video, you name it. Langsung gak langsung ada keinginan untuk mendapatkan pengakuan atas eksistensi diri di jagat raya media sosial yang gak kalah hebring dan seru. Dari segi kuantitas, makin banyak yang suka dengan apa yang dipost di media sosial, makin eksislah si orang ini. Entah itu memang pesohor negeri maupun orang biasa, asal followersnya banyak bisa banget ngeksis dengan jumlah feedback yang ada (padahal yang dipost bisa aja random, hehe). Ada aja feedbacknya mulai dari yang berkaitan dengan apa yang di post sampe spam. Tapi diantara feedback itu, pasti ada keinginan untuk lebih eksis dengan tiga kata ini:

Follow balik dooong...

Padahal belom tentu dibales juga. Tiga kata ajaib ini pun bisa ditemukan di blognya mpok Pina yang indang. Bahkan ada lagi yang lebih ekstrim waktu jaman Twitter masih 'hot', beli followers. Terang-terangan bikin akun lalu ngespam jual followers ke orang-orang. Ada juga yang abis ngepost sesuatu minta temen-temennya nge-love, padahal isinya mah sepele (kecuali kalo lagi ikutan kontes atau giveaway yaa..). Nyampah di timeline cari perhatian, liat post yang likes atau komennya lebih banyak terbesit perasaan ngiri (naudzubilah min dzalik). Akibatnya banyak yang terlena sehingga menyalahgunakan fungsi media sosial yang dipakainya. Padahal sayang kalo ada post yang lebih worth it untuk eksis tapi nggak ada tanggapan apa-apa karena kurang dikenal. Berbanding terbalik sama yang cenderung 'nyampah' tapi tetep banjir feedback. Segitu 'dewa'nya kah dunia maya sampe harus jadi yang paling eksis? It shouldn't be, but somehow menurut pandangan saya itu the ugly truth yang sedang terjadi.

Memang nggak bisa dipungkiri seseorang eksis karena followers/fansnya banyak, namun akan lebih bagus lagi kalau apa yang dia post di dunia maya membawa manfaat buat orang lain. Toh gimanapun juga kita eksis untuk menyampaikan - dan melakukan - hal yang berguna bagi sesama, bukan? :)

Regards, Ratri