Kepak Sayap Garuda

Tiba-tiba saja tanggal 20 Oktober menjadi hari besar untuknya, bahkan melebihi hari ulang tahunnya yang jatuh jauh sebelum hari ini. Matanya yang baru saja terbuka beberapa menit yang lalu memandang langit-langit kamar, membayangkan sorak sorai rakyat yang dengan bangga telah memilihnya sebagai pemimpin untuk yang ketiga kali. Ya, tiga kali, dengan skala yang jauh berbeda dan semakin besar seiring namanya membumbung tinggi ke seluruh dunia. Ia tahu betul, rakyat akan berpesta menyambut hari baru di tanah air: makan gratis di sepanjang jalan utama, hiburan di panggung-panggung, pawai, dan sebagainya. Ia tak akan menampik bahwa hal ini harus terjadi untuk merayakan dirinya sebagai pemimpin negeri yang baru, namun dalam hati ia memanjatkan doa agar perayaan hari ini tidak akan membuainya menuju keserakahan.

"Pak," suara lembut menghampiri telinga kirinya. Ia menoleh dan memandangi raut ayu yang telah, dan akan selalu mendampinginya sepanjang hayat. "waktunya sholat subuh, ini hari besar untukmu." ujar sang istri sambil tersenyum, kemudian bangun dari tempat tidur menuju kamar mandi. Menuruti pernyataan istrinya, ia pun bangun, mengambil wudhu, lalu mengimami istrinya sholat subuh. Lagi-lagi, diantara sujudnya ia berdoa agar dapat mengemban tugas terbesarnya mulai hari ini, hingga lima tahun berikutnya.

Kini, setelah bersiap-siap tibalah saatnya ia, istri dan ketiga anaknya berangkat ke Istana Merdeka. Tidak ada kemewahan mencolok dari penampilan mereka: kebaya klasik berpotongan sederhana berwarna oranye dan putih, rambut yang digelung rapi dan jarik kain batik membalut tubuh istri dan putrinya hingga terlihat bersahaja, sementara kemeja batik membuat penampilan kedua putranya semakin gagah. Ia sendiri mengenakan setelan jas dan celana hitam, ditambah dasi berwarna merah dan peci hitam. Sebentar lagi, beban seluruh rakyat Indonesia ada di atas bahunya. Di sela-sela kekhawatirannya--dan prasangka masyarakat yang ragu akan kepemimpinannya, ia yakin tugasnya dapat dijalani dengan baik, selama istri dan ketiga buah hatinya setia mendampingi dan memberi dukungan penuh. Pun wakilnya yang pernah mendampingi pemimpin sebelumnya, yang punya pengaruh kuat atas negeri ini.

o0o

Gembira, takut sekaligus percaya diri yang pernah dirasakannya sepuluh tahun silam kembali muncul dalam sanubarinya. Setelah lima tahun meninggalkan Istana Merdeka dan menghabiskan waktu dengan keluarga tercintanya, ia benar-benar pulang, siap mendampingi sang pemimpin baru mengemban tugas kenegaraan. Terbayang selalu senyuman cucu-cucu tericintanya yang menjadi pelepas lelah dan sumber kebahagiaannya menjelang hari ini, namun dalam hati ia menyesal karena untuk lima tahun ke depan anak-anak yang masih polos dan ceria itu akan jarang bertemu dengan dato'  mereka, apalagi yang masih bayi dan butuh kasih sayang darinya.

Akan tetapi, di balik penyesalan itu, ia yakin di bawah kepemimpinan rekannya yang amat dicintai rakyat harapan kecilnya sebagai kakek dan negarawan untuk membangun Indonesia menjadi negara yang lebih baik akan terwujud, demi generasi masa depan, generasi cucu-cucunya kala mereka tumbuh besar. Ia yakin sekali akan itu, sembari melangkahkan kaki ke dalam mobil yang membawanya ke rumah keduanya bersama sang istri. Mendekati halaman Istana Merdeka, tiba-tiba ia teringat akan sang presiden yang dulu pernah ia dampingi: seorang kakek, ayah dan suami. Terbetik di benaknya, beliau memiliki harapan kecil yang sama dengannya.

o0o

Sudah sepuluh tahun ia memerintah, berkelindan dengan pujian dan cercaan yang terus ditujukan padanya. Terlebih beberapa waktu lalu ia kena getah pertanggungjawaban atas direbutnya suara rakyat untuk memilih perwakilan pemerintahan di daerah masing-masing. Dilihatnya sebuah pigura yang berisi foto lama ketika ia dan istrinya memasuki Istana Merdeka untuk pertama kalinya. Tubuhnya masih tegap, rambutnya masih hitam, senyumnya masih sumringah. Berdua mereka melambai kepada kamera yang berada tepat di depan mereka, mengerubung seperti semut. Wajah tuanya yang dibingkai uban di kepala dan kantung mata tampak pada bayangan pigura foto itu.
 
Kemudian, dilihatnya sudut-sudut ruang kerja yang menjadi saksi bisu kerja kerasnya bersama kabinet pemerintah selama satu dekade, untuk terakhir kalinya. Setelah pelantikan berlangsung beberapa jam lalu, ia akan pergi meninggalkan Istana Merdeka, lalu menetap di Cikeas bersama sang istri. Ia sudah sepenuhnya ikhlas dengan segenap jiwa raganya, siap melangkah dari kursi kepresidenan untuk kembali menjadi warga senior. Terlebih sudah waktunya ia menikmati masa senja, sehingga mulai hari ini ia hanya memandang kehidupan istana dari jauh atau dari media.

Dengan tubuh yang tegap seperti pertama kali memasuki Istana Merdeka, ia tinggalkan ruang kerjanya sembari menenteng foto lama itu. Sambil melewati ruang-ruang Istana, para ajudan memberi hormat padanya untuk kali terakhir, dengan air mata tertahan. Kala sang presiden baru menyambutnya dengan senyum tulus di ambang pintu dengan jajaran wartawan dan rakyat di belakangnya, ia hampir kehilangan kata-kata. Pelepasan presiden tak pernah segempita ini. Sebelum masuk ke dalam mobil ber plat RI 1, dipandangnya lambang garuda yang tergantung di teras istana dengan mata senjanya. Dengan sang presiden baru yang mengisi tahta yang ditinggalkannya, ia berbisik, "Tetap kepakkan sayap garuda itu, le, untuk kita semua." 

Sang presiden yang baru terpilih mengangguk takzim, lalu tetap berdiri di sana sampai mobil hitam mengilap itu menghilang dari pandangan dan siap melakukan peran barunya di Istana Merdeka.

Di hari baru ini, Sang Garuda kembali mengepakkan sayap, untuk Indonesia.

Selamat bekerja, Jokowi-JK. Terima kasih, SBY.

Regards, Ratri. 

2 komentar:

  1. Imajinatif bgt ya tulisannya... jadi ngebayangin... masih aja ingat sama momen JKW ngucapin terima kasih dan dibalas penghormatan militer sama prabowo. Dan pertama kalinya kayaknya presiden lama kita turun dengan damai tanpa ribut-ribut. Hari yang layak dikenang memang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak, malah nyaris mewek sendiri waktu nulis bagiannya JK dan terharu liat posting instagramnya Bu Ani waktu turun jabatan :')

      Hapus

Komentar boleh, nyampah gak jelas jangan ya :D