Walaupun pelan, suara itu mengusik konsentrasiku
menonton siaran ulang pertandingan Liverpool versus MU sepulang dari kantor.
Kulihat sosok gadis kecil berbalut piyama menghampiriku dari depan pintu kamar,
kemudian menyandarkan kepalanya di dadaku.
Segera kumatikan televisi, lalu kudekap dia:
Kinan,hadiah terindah untukku dan Dewi enam tahun lalu. Kepala mungilnya
mendongak, kemudian kutatap mata bulat hitam yang kukenali sebagai
'peninggalan' Dewi untuknya;terutama setelah ia wafat setahun lalu karena
kanker payudara.
"Kinan belum bobo?"tanyaku sambil membelai
rambut lurusnya. Kinan menggeleng. "Mau ikut nonton bola ama Ayah."
Aku terkekeh mendengar celotehnya. Mungkin aku akan
membiarkannya ikut nonton jika sudah agak besar--dan mungkin menyukai bola--,
tapi berhubung Kinan termasuk susah bangun pagi kugendong dia ke kamarnya.
"Besok kamu sekolah, gak boleh tidur malam-malam, ya?"
Larangan tidur larut rupanya membuat mulut manisnya
manyun dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kinan, gak boleh gitu sama Ayah. Sekarang
waktunya bobo,oke?"
Wajah Kinan tetap sama judesnya, bahkan
menggelengkan kepala kuat-kuat hingga mengibaskan kuncir kudanya. Itulah Kinan,
putriku yang mewarisi sifat keras kepalaku. Kalau sudah begitu, yang dapat
kulakukan hanyalah mengalah.
"Ayah jawab pertanyaan aku dulu, baru mau
bobo.." Ah, Kinan, di usia semuda itu sudah jago berkelit, bahkan ketika
matanya kian sayu di atas kasur. Maka akupun ikut naik ke tempat tidur
mungilnya yang membuatku seperti buto ijo saat berbaring di sebelahnya.
"Mau nanya apa lagi, anak cantik?"tanyaku
sambil mendudukkannya di pangkuanku.
"Midoremi itu apa sih?" Satu lagi
pertanyaan terlontar dari Kinan. Kuakui, anak-anak seusianya memang paling
rajin bertanya. Aku mengerutkan dahi, tak mengerti apa yang dia maksud.
"ituuu yang kemaren aku main di kamar Mbak Ranii..banyak
bunga-bunganya,Ayaah.." celotehnya sambil menarik-narik ujung kaosku.
Lantas aku tertawa mendengar celoteh Kinan. Rupanya
dia menanyakan acara midodareni--bachelorette a la Jawa-- Rani, keponakanku
seminggu lalu. "Oooh, Midodareni? Hmmm...gini,Nan. Nanti, kalo kamu udah
segede Mbak Rani, kamu nggak boleh bobo sampai tengah malam. Soalnya ada
bidadari yang mau main sama kamu, biar besoknya kamu jadi tambah cantik."
Dalam hati aku berdoa agar Kinan dapat memahami maksudku.
"Iya? Tapi kemaren enggak ada bidadari.."
Tatapannya menerawang,mengingat-ingat apa saja yang dilakukannya selama di
kamar Rani: bermain hingga capek, lalu jatuh tertidur.
"Kamu udah bobo sih...bidadarinya cantik
lho."
"Kayak Ibu dong?" pungkasnya polos.
Ucapannya kali ini benar-benar membungkamku. Kinan terlalu muda untuk menyadari
kepergian Dewi ,namun rupanya Kinan mulai mengerti dengan caranya
sendiri. Aku mengangguk pelan, sementara Kinan memilin-milin ujung kuncir kuda
yang tersampir di bahunya. "kata Eyang..Ibu sekarang udah di surga sama
bidadari.."
Kali ini aku membisu. Sedikit terluka karena baru
detik ini menyadari anakku seorang piatu.
"Ibu jadi bidadari gak?" gumamya sambil
menatap langit-langit kamar. Jelas sekali Kinan tengah berkhayal bagaimana
rupa ibunya sebagai bidadari.
"Ibu sudah jadi bidadari jauh sebelum kamu ada,
Kinan." kataku
sambil membelai rambutnya. Aku ingat betul Dewi-lah yang membantuku menggenjot
IP selama kuliah, motivator sejati ketika sidang--quote dosen pembimbing saja
kalah maut!--. Dewi bahkan tahu keberadaanku tanpa harus bertanya lebih
dulu,atau menyediakan segala keperluan Kinan sejak lahir. Sungguh jelmaan
bidadari, begitu kuringkas Dewi dalam seuntai kalimat.
"Berarti nanti aku bisa ketemu Ibu kalau
Midoremi?"
Lagi-lagi, ingatan akan Dewi tersingkir oleh
celetukan Kinan. "Mi-do-da-re-ni,Nak..hahaha.."
"Ooh..begitu.." Kinan mengangguk seolah
mengerti perkataanku. "kita bisa lihat Ibu?"
"Bidadari ada dimanapun kita berada selama nggak dilupakan, karena selalu jagain kita
walau nggak kelihatan."
Kami berdua hening sejenak,termenung dengan ucapan
barusan. Makin terasa kekosongan dalam keluarga kecilku pasca kepergian Dewi.
Dalam hati kupanjatkan harapan agar dapat merasakan kehadirannya jika Dewi
berkenan menegok kami dari atas sana.
"Ayah, aku punya cita-cita!" Kinan kembali
memecah sunyi malam ini. Mata bulat itu kembali berbinar ketika menatapku,
seakan ingin menyampaikan berita besar.
"Oh ya? Apa itu,Nak?"
Tiba-tiba Kinan memelukku erat."Bidadari! Biar
ada yang jagain Ayah di sini.."bisiknya riang dalam pelukku.
Beberapa saat kemudian,tak ada suara; hanya helaan
nafas hangat dan teratur di sebelah kanan tubuhku. Kinan, bidadari kecilku
sudah terlelap rupanya. Maka kurebahkan tubuh kecilnya di atas ranjang, lalu
kuselimuti Kinan. Tak lupa kukecup kening Kinan, sebagaimana sejak dulu aku dan
Dewi melakukannya. Tepat sebelum kutinggalkan kamar, seulas senyum tersungging
di bibir merah Kinan--tunggu. Ini bukan senyuman Kinan yang biasa
kulihat,melainkan Dewi! Jika lama-lama kupandang, rasa kangenku padanya pelan-pelan terobati. Dewi..terima kasih telah berkenan hadir malam ini,untukku dan Kinan.
Aku tahu, tak perlu menunggu malam Midodareni untuk menantikan kedatanganmu.
Aku tahu, tak perlu menunggu malam Midodareni untuk menantikan kedatanganmu.
Dilarang menyebarkan "Midodareni" tanpa izin penulis, hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Sesama blogger dan reader tolong saling menghargai yaa :D
Midodareni itu semacam apa sih sob. Apa yang di maksud bidadari gituu??
BalasHapusmidodareni itu tradisi jawa, pas mau nikah calon pengantin cewek disuruh diem di kamar, karena dipercaya bidadari bakal turun malam itu :)
Hapusaah! keren!!
BalasHapusmidodareni itu seperti dipingit gitukah mbak? di pisahin dari calon suami? iyakah?
BalasHapuskarena dewi adalah bidadari yang tidak perlu menunggu malam midodareni untuk turun ke bumi aaah bagus XD
ehsumpah keren banget mbak.
BalasHapusnama kita sama *nggak ada hubungannya._.*
|"Ayah, aku punya cita-cita!" Kinan kembali memecah sunyi malam ini. Mata bulat itu kembali berbinar ketika menatapku, seakan ingin menyampaikan berita besar.|
BalasHapusKinan itu Afika ya?
justru Afika jadi 'muse' buat tokoh Kinan :D
HapusKeren jalan ceritanya.. =)
BalasHapuscuma paragrab nya bikin sedikit pusing mba.. =(
cerpen tentang budaya ya? bagus..
BalasHapusdibilang ttg budaya nggak juga, cuma diselipin dalam ceritanya :)
Hapus