Cinnamon (Bagian Ketiga)

"Sas?"
Menyadari ekspresi beku Sashi, Bian menjentikkan jari tepat di depan hidungnya. "Oi! Kenapa sih Sas? Kok horor gitu muka lo?"

Tatapan kaget Sashi sedikit melunak, membuat Bian sedikit lega. Bian tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada sang sobat di tengah-tengah kebahagiaan yang kini meliputinya. Lagipula, ia ingin Sashi-lah menjadi orang pertama yang mengetahui hal ini.

"Sori Bi," Sashi berdeham, kemudian membersihkan noda kopi yang nyaris muncrat dari mulutnya dengan tissue, kemudian memandang Bian dengan tatapan bersahabat. Murni, tanpa pretensi. "jadi..siapa cewek beruntung itu?"
Bian terdiam sejenak, berpikir supaya Sashi tidak melontarkan ekspresi bekunya sekali lagi. "Hmmm gue akan ngasih tau kalo elo gak masang muka horor kayak tadi,hahaha.."
"Makanya buruan kasih tau,hahaha!"ujar Sashi, cepat-cepat menenggak habis hazelnut coffee-nya demi mendengar cerita Bian.

Bian nyengir sumringah, kemudian menghela nafas sebelum memulai cerita tentang sang gebetan.  Saking bingungnya Bian menggoyang-goyangkan kaki sambil melirik kesana kemari seraya memikirkan kata-kata yang tepat untuk itu, hingga akhirnya menemukannya. Sashi pun sabar menanti kata pertama yang membuncah dari mulut Bian sambil mengaduk-aduk ampas di dasar cangkir kopi dengan batang kayu manis.

"Jadi neng Sashi," Ah, Neng Sashi. Sudah empat bulan sejak terakhir kali Bian memanggilnya dengan sebutan itu, yakni ketika Bian curhat mengenai masalah organisasi jurusannya yang makin njelimet. Sashi pun tahu, jika dipanggil begitu artinya Bian sangat butuh pendapat darinya. "Cewek beruntung itu adalah anak acara, namanya Raisa."



Raisa Kamalia adalah seorang gadis berambut panjang dari jurusan Komunikasi, supel, disiplin dan dikenal super pede dengan bentuk badan curvy-nya. Aura ceria yang selalu dibawanya ketika rapat pleno berlangsung membuat Bian tidak lagi mengantuk apalagi jatuh tertidur, ditambah lagi arah rumah mereka searah. Dan yang paling mempesona Bian dari Raisa adalah kesukaannya pada kopi, begitu Bian menjelaskan Raisa pada Sashi.

"Asik deh, seneng banget akhirnya lo beneran move on. Ntar abis ospek ajakin ngopi ke sini dong biar tambah deket." kata Sashi setelah Bian selesai bercerita. Namun Bian sendiri heran mengapa Sashi menanggapi ceritanya hanya dengan nada kalem, padahal tadi Bian sampai salah-salah kata ketika bercerita tadi.

Bian terkekeh, lalu menyeruput kopinya: terasa lebih manis, entah karena esensi kayu manis atau suasana hatinya tengah berbunga-bunga. Rasa kagumnya pada Raisa nyaris membutakan matanya ketika menyadari kejanggalan pada raut wajah sahabatnya,entah apa.
"Boleh aja. Tapi saat itu gue mau ada elo,Sas." kata Bian. Tatkala rencana tadi sudah mulai tersusun di dalam imajinya, Bian ingin Sashi juga bisa hadir di sana sebagai pendampingnya ketika berhadapan dengan Raisa.

"Lah?" Sashi mengernyitkan dahinya. "kenapa gue juga mesti ikut? Bi, ini acara lo berdua sama Raisa, gue nggak ada hubungannya sama sekali, kecuali kalo mau ngerecokin kalian berdua."
"Sekaliii aja Sas, biar gue gak nervous. Lo tau gue kan,kalo berhadapan sama cewek selain lo kayak apaan..pleaseee..."bujuk Bian sambil mengatupkan tangannya dan memasang wajah mupeng puss in boots kepada Sashi. Baginya, hanya Sashi-lah yang bisa menenangkannya ketika Bian gugup, laiknya aroma kayu manis pada kopi.

Sejenak, keduanya sama-sama melihat ke arah luar jendela kafe yang dipenuhi kerlip cahaya lampu di tengah kota pada malam hari. Keadaan di jalan raya pun sama padatnya dengan malam-malam di luar bulan suci,padahal sesayup lantunan bacaan salat tarawih menggema dari masjid yang tak jauh letaknya dari pusat perbelanjaan itu. Sebelum dia menanyakan keputusan Sashi, sang sobat mengangguk.
"Beneran Sas, mau nemenin gue pas ngedate? Makasih yaa! Lo sahabat gue banget emang!" ujar Bian sambil menepuk bahu Sashi dari seberang tempat duduk,saking gembiranya.
"Inget satu hal, Bi: a good friend is like a cinnamon on your hot drinks: makes your life tastes better without taking any risks."
Kata-kata tersebut lancar mengalir dari mulut Sashi berkat jurusan Sastra Inggris yang diambilnya,sehingga Bian mengernyitkan dahi,tidak memahami ucapan Sashi barusan walau tersihir olehnya. Kenapa tiba-tiba Sashi mengatakannya? Untuk sebuah kiasan kah? Atau hanya kutipan yang entah dari mana diambil Sashi? Entahlah. Tak mau terjebak dalam diam, keduanya pun beranjak pulang. Dan, kata-kata terakhir Sashi masih terngiang-ngiang di kepalanya.

Kopi dan kayu manis. Hal yang dulu hanya dimilikinya bersama Sashi perlahan terkikis untuk seorang Raisa tanpa Bian sadari..

Baca kisah sebelumnya disini: Cinnamon (Bagian Pertama)
                                             Cinnamon (Bagian Kedua)
 
Dilarang menyebarkan "Cinnamon" tanpa izin penulis, hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Sesama blogger dan reader tolong saling menghargai yaa :D

7 komentar:

  1. backgroundnya elegan banget rat, soft2 gimana gitcu :3
    oia, chat boxnya mana?
    aku kan pengen ngerumpi kaka -____-

    BalasHapus
  2. wohoooo.. kereen kakaaaa!!

    ada lanjutannya lagi kah?

    BalasHapus
  3. ada dong! hari ini insya Allah tamat,hehe tungguin ya emeel :*

    BalasHapus
  4. Aku ketinggalan nih. :/
    baca yang satu dulu, ah.

    BalasHapus
  5. "A good friend is like a cinnamon on your hot drinks: makes your life tastes better without taking any risks" <-- LOVE!

    BalasHapus

Komentar boleh, nyampah gak jelas jangan ya :D