Filosofi Kue

Pernah bikin kue? Atau seenggaknya ngeliat ibu, ayah, mbak, pacar atau sahabatmu  bikin kue? Ada sebuah cerita. Seorang chef diminta membuat kue oleh salah seorang klien penting. Si chef tahu, sebuah kue harus dimasak dengan telaten, supaya terasa lezat di mulut,mengenyangkan perut dan membuat emosi lebih baik setelahnya. Selalu ada tenggat waktu dalam proses pembuatannya agar bisa berlanjut ke tahap berikutnya: berapa lama semua bahan diaduk, dicampur sesuai takaran, dimasukkan ke oven, dikeluarkan, didinginkan, lalu akhirnya disajikan. Oiya, satu hal lagi: perasaan si pembuat langsung gak langsung bakal ngasih pengaruh ke kuenya kelak.

Lalu apa yang terjadi jika kue itu tidak dimasak dengan benar?
Kuenya  jadi bantat, terlalu matang, atau gosong. Ketiga hal di atas terjadi karena chef-nya panik, terburu-buru, tidak sabaran, atau sekedar khilaf  lantaran nggak ditungguin atau sekedar dicoba, tapi tetap disajikan karena waktu yang diberikan sangat terbatas. Begitu digigit oleh si klien tadi, kue itu terasa enak pada awalnya, tapi semakin lumat di dalem mulut, makin terasa ke'cacatan'nya. Alhasil kue itu pun dinilai buruk, dan sia-sialah usaha si chef untuk memuaskan mulut dan perut si klien.

Kalo dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, contohnya banyak. Coba yuk kita renungi sama-sama. Pernah gak, kalo kita diminta melakukan sesuatu kitanya belum 100% siap? Atau kita memutuskan sesuatu tapi belum dipikirkan matang-matang, dan kenapa? Kalo itu karena waktu, lebih baik singkirkan itu jauh-jauh. Waktu terlalu agung utuk dijadikan alasan. Masalahnya tergantung pada bagaimana kita mengatur semua agar siap pada waktunya. Bahkan walau kita merasa terpaksa dan semuanya sudah terjadi, ada kalanya kita harus mengalah dengan ego dan tetap menjalaninya walau endingnya nggak karuan. Kayak nasib si kue, walaupun si chef gagal dia tetep bikin kue buat kliennya karena merasa wajib. Yap, rasa tulus ikhlas selalu bisa jadi senjata andalan untuk bertahan di berbagai medan.

Cerita tadi sekaligus jadi refleksi akan sebuah kenyataan: bahwa sesuatu yang belum dipersiapkan dengan matang dan tepat waktu hasilnya gak akan sebagus yang diharapkan. Tapi di sisi lain, kita bisa lebih menghargai waktu dan belajar lebih ikhlas.

Regards, Ratri